Penerapan Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) pada Pembelajaran Kimia dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIA5 MAN 2 Kota Palu

Vol. 14 No.3, Desember 2020

Abstrak

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI MIA5 MAN 2 Kota Palu melalui penerapan model pembelajaran kooperatif  tipe TGT. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MIA5 berjumlah 29 orang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 16 perempuan. Pelaksanaan penelitian mengikuti alur PTK mengacu pada Kemmis dan McTaggart, dengan tahapan pratindakan, tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan. Adapun hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus I yaitu aktivitas siswa 72,69, aktivitas guru 79,31, daya serap klasikal 75,07% dan ketuntasan klasikal 72,41. Hasil belajar siswa siklus I belum memenuhi indikator ketuntasan yang ditetapkan yaitu minimal ketuntasan klasikan 80%. Selanjutnya dilanjutkan pada siklus II, dengan melakukan refleksi dan memperbaiki terhadap kekurangan yang terjadi pada siklus I. Hasil penerapan model pembelajaran TGT pada siklus II yaitu aktivitas siswa 80,16, aktivitas guru 85,35, daya serap klasikal 79,97% dan ketuntasan klasikal 81,65. Hasil penerapan model TGT pada siklus II menunjukkan bahwa model TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIA5 MAN 2 Kota Palu.

Kata Kunci :    Model TGT, Hasil belajar, Motivasi belajar, Aktivitas siswa, Aktivitas guru.

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Paradigma pembelajaran beberapa tahun belakangan ini mengalami pergeseran ke arah paradigma konstruktivis. Pada pembelajaran konstruktivis pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa, tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran.

Selama ini kegiatan pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada aspek kognitif, belum mengembangkan keterampilan berpikir siswa dan interaksi antar siswa kurang. Pembelajaran yang diterapkan masih dominan berpusat pada guru, serta penggunaan model konvensional seperti metode ceramah dan penyelesaian soal-soal. Hal ini membuat kebanyakan siswa merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran karena model yang diterapkan oleh guru belum mampu meningkatkan keaktifan dan motivasi siswa dalam belajar.

Pembelajaran ilmu kimia yang dilakukan di MAN 2 Palu lebih berorientasi pada hasil belajar siswa yang diukur berdasarkan ranah kognitif. Guru kurang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat berimplikasi pada rendahnya motivasi dan kemampuan siswa dalam memahami ilmu kimia, melakukan eksperimen, dan juga sikap apriori pelajar terhadap ilmu kimia. Akibatnya tujuan pembelajaran dalam kurikulum tidak dapat tercapai secara maksimal. Hal ini merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius untuk segera ditangani. Apabila hal ini terus berlanjut diduga akan berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.

Agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik maka dibutuhkan kemampuan guru untuk memilih metode dan model yang tepat dalam pembelajaran. Kunci utama suksesnya pembelajaran sains untuk memenuhi tuntutan kurikulum sangat tergantung pada kreatifitas guru yang profesional dalam merancang dan mengelola proses pembelajaran. Guru harus dapat mengorganisasi lingkungan belajar sebaik-baiknya, menguasai materi, menggunakan alat pelajaran/alat peraga yang sesuai, menyusun bahan pelajaran dan memilih sumber belajar yang tepat, serta membangkitkan motivasi pelajar untuk terlibat aktif dalam melakukan kegiatan belajarnya.

Salah satu model pembelajaran yang dapat termotivasi dalam mengikuti pembelajaran adalah model pembelajarn kooperatif. Model pembelajaran ini melibatkan siswa bekerjasama secara kolaboratif dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 2010). Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Lie, 2002). Penelitian oleh Nopiyana, dkk., (2013) dan Yudianto, dkk., (2014) memperlihatkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. Aktivitas siswa adalah  dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar (Kunandar, 2013). Oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Rumusan Masalah

Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIA5 MAN 2 Kota Palu?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI MIA5 MAN 2 Kota Palu melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajara kimia melalui penerapan model kooperatif tipe TGT, memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa dapat berperan aktif dalam mengikut pembelajaran, serta meningkatkan proses dan kualitas atau hasil pembelajaran kimia di kelas XI MAN 2 Kota Palu.

KAJIAN PUSTAKA
Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran merupakan petunjuk strategi pembelajaran yang didesain untuk melaksanakan suatu tujuan pembelajaran tertentu. Model pembelajaran berbeda dari strategi pengajaran pada umumnya, dalam hal ini suatu model pembelajaran didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Pemakaian model-model tersebut menghendaki suatu kemampuan untuk menetapkan hasil belajar siswa yang tepat, sehingga model tertentu dapat dipilih agar sesuai tujuan tertentu. Model pembelajaran hanya merupakan alat untuk membantu guru mengajar dengan cara yang lebih efektif dengan membuat pengajaran lebih sistematis dan efisien.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Trianto, 2011). Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 2010).

Model Team Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan pelajaran, selanjutnya siswa bekerja dalam tiap tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya setelah pembelajaran selesai, diadakan turnamen, di mana siswa dalam masing-masing kelompoknya memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya (Slavin, 2010). Dimana setiap anggota kelompok mewakili kelompoknya untuk melakukan turnamen (Tarigan, 2012). Keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut (Kunandar (2012).

Menurut Slavin (2010) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class presentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok (team recognition).  Manfaat pembelajaran kooperatif TGT antara lain sebagai alternatif untuk menciptakan kondisi yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar, dapat membantu guru untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar siswa, rendahnya aktivitas proses belajar siswa ataupun rendahnya hasil belajar siswa dan melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, juga melibatkan peran siswa sebagai ”tutor sebaya”, dan mengandung unsur reinforcement. Lebih lanjut Van Wyk (2011) mengemukakan bahwa penerapan TGT lebih efektif daripada metode ceramah dalam meningkatkan prestasi belajar dan sikap positif siswa.

Hasil Belajar

Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Pembelajaran adalah seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari persitiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan (kondisi).

Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran. Djamarah dan Zain (2006) hasil belajar adalah apa yang diperoleh siswa setelah dilakukan aktivitas belajar. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Jadi hasil belajar merupakan hal yang penting sebagai tolak ukur sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Dari hasil belajar, guru dapat menilai apakah sistem pembelajaran yang diberikan berhasil atau tidak, untuk selanjutnya bisa diterapkan atau tidak dalam proses pembelajaran.

Motivasi belajar merupakan dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk melakukan perubahan perilaku. Sardiman (2011), motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Motivasi belajar berfungsi menentukan arah perbuatan , yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Jadi motivasi dalam belajar sangat penting artinya untuk mencapai tujuan proses belajar mengajar yang diharapkan, sehingga motivasi siswa dalam belajar perlu dibangun.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) yang dimaksudkan untuk mengatasi berbagai masalah yang terdapat di dalam kelas. Desain penelitian penelitian yang diterapkan adalah prosedur yang mengikuti prinsip dasar yang berlaku pada penelitian tindakan kelas yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart yang merupakan perangkat-perangkat atau untaian dengan satu perangkat terdiri atas kompenen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi (Susilo, dkk., 2008).

Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Kota Palu yang beralamatkan di Jl. Moh. Husni Thamrin No 45 Palu. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019 dimulai tanggal 9 sampai dengan 28 April 2019. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA5, berjumlah 29 orang, terdiri dari 13 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Usia rata-rata siswa saat dilakukan pembelajaran adalah 16 tahun sebanyak 24 siswa (82,76%). Keseluruhan subyek penelitian dalam kelompok belajar bersifat heterogen.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh peneliti dari hasil pengamatan aktivitas siswa dan guru saat pembelajaran berlangsung dan hasil evaluasi belajar siswa setelah pembelajaran berlangsung. Data sekunder data tentang informasi jumlah siswa dan sarana pendukung pembelajaran yang ada di sekolah.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada kebutuhan dan tujuan penelitian. Data aktivitas guru dalam menerapkan model pembelajaran TGT saat pembelajaran berlangsung dikumpulkan melalui observasi dan catatan lapangan oleh guru atau teman sejawat menggunakan lembar pengamatan aktivitas guru. Data hasil belajar siswa meliputi aspek sikap dan keterampilan diperoleh melalui pengamatan sikap dan keterampilan siswa saat pembelajaran berlangsug menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa, sedangkan pengetahuan siswa diperoleh melalui tes hasil belajar siswa yang diberikan setelah pembelajaran berlangsung.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model yang disarankan oleh Miles dan Huberman (Susilo, dkk., 2008), yaitu 1) mereduksi data, 2) penyajian data, dan 3) menyimpulkan data.

Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa serta instrumen soal, sebelumnya telah dilakukan validasi ahli dan validasi secara empiris dan dinyatakan valid.

Kriteria ketuntasan belajar yang digunakan mengacu pada kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan untuk mata pelajaran kimia yaitu nilai KKM 75. Kriteria ketuntasan belajar secara klasikal dihitung menggunakan rumus:

Ketuntasan klasikal=

Sedangkan kriteria keberhasilan tindakan mengacu pada (Hadi, 2003) yaitu:

       75%  <  NR <  100%      :    Sangat baik

       50%  <  NR <   75%       :    Baik

       25%  <  NR <   50%       :    Cukup baik

       0%    <  NR <   25%       :    Kurang baik

Dengan kriteria taraf keberhasilan tindakan ditentukan apabila hasil observasi aktivitas guru dan siswa pada kategori baik atau sangat baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI MAN 2 Palu, diawali dengan melakukan observasi pada kelas sebagai subyek penelitian yaitu kelas XI MIA5 dengan jumlah 29 siswa. Pelaksanaan pembelajaran oleh tim peneliti sesuai dengan skenario yang telah didiskusikan bersama tim, yakni pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) pada pembelajaran dengan materi sistem koloid. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Pada saat pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan aktivitas guru dan siswa oleh teman sejawat/guru menggunakan lembar pengamatan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran serta aktivitas guru dan siswa pada proses pembelajaran. Setelah pembelajaran berlangsung dilaksanakan evaluasi untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa.

  1. Penilaian Aktivitas Siswa

Data hasil pengamatan aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung diperoleh melalui observasi yang dilakukan oleh pengamat baik pada siklus I dan siklus II selama tiga pertemuan. Hasil pengamatan aktivitas siswa selama tiga pertemuan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Penilaian Aktivitas Siswa

Pertemuan

Rerata skor (%)

Siklus I

Siklus II

1

66,38

77,56

2

74,14

79,62

3

77,56

83,62

NR

72,69

80,16

Berdasarkan Tabel 1 secara keseluruhan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus I dan II, skor rata-rata penilaian aktivitas siswa dengan nilai NR 72,69 dan 80,16 berada pada kriteria baik sampai sangat baik mengikuti pembelajaran kimia sistem koloid melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

Penilaian Aktivitas Guru

Data penilaian aktivitas guru dalam menerapkan model kooperatif tipe TGT yang diperoleh melalui pengamatan  disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Penilaian Aktivitas Guru

Pertemuan

Persentase Rata-rata aktivitas guru

Siklus I

Siklus II

1

74,14

83,62

2

80,17

85,34

3

83,62

87,09

NR

79,31

85,35

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas guru dalam menerapkan model TGT dalam pembelajar materi sistem koloid pada siswa kelas XI MIA5, baik pada siklus I maupun siklus II. Peningkatan aktivitas guru dengan nilai NR 79,31 dan 85,35 berada pada kriteria sangat baik.

  1. Tes Kemampuan Awal Siswa

Tes kemampuan awal siswa dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Tes dilakukan sebelum pembelajaran materi sistem koloid. Hasil tes kemampan awal di kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata 25,25. Data kemampuan awal siswa disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Analisis Data tes awal siswa

Uraian

 

Sampel

19

Nilai Terendah

25,25

Nilai Tertinggi

45,00

Siswa tuntas

0

Nilai rata-rata

36,54

Data hasil belajar siswa Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa 36,54. Hal ini menunjukkan bahwa ada pemahaman awal siswa tentang materi sistem koloid, walaupun tidak tuntas. Hal ini dapat diperoleh melalui keterkaitan dengan materi sebelumnya. Belum ada siswa memperoleh hasil belajar yang mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan.

  1. Tes Kemampuan Akhir Siswa

Tes kemampuan akhir siswa atau hasil analisis data postest hasil belajar siswa pada siklus Isiklus II disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Analisis Data Tes Akhir Siswa

Uraian

Hasil Belajar Siswa

Tes Awal

Siklus I

Siklus II

Jumlah siswa

19

21

21

Nilai Terendah

25,75

55,50

64,75

Nilai Tertinggi

50,50

89

90

Siswa tuntas

0

21

25

Daya Serap Klasikal

35,54%

75,07%

79,97%

Ketuntasan klasikal

0

72,41

81,65

Nilai rata-rata

36,54

75,07

79,97%

Pembahasan

Penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pembelajaran sistem koloid dilaksanakan di MAN 2 Model Palu. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Secara keseluruhan terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu, hasil belajar siswa, aktivitas siswa maupun aktivitas guru. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik 1.  Aktivitas Guru

Aktivitas guru pada siklus II meningkat utamanya dalam mengarahkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok pada kegiatan games. Hal ini diketahui dari refleksi hasil pengamatan, guru hanya memperoleh skor 2 (cukup). Pada siklus II aktivitas guru pada kegiatan ini menjadi sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran secara maksimal. Apabila guru telah melaksanakan langkah-langkah TGT dengan baik, mulai dari penyajian, membimbing belajar dalam kelompok, permainan, melaksanakan pertandingan dan pemberian penghargaan, maka siswa dapat menyelesaikan dengan baik permasalahan dan soal yang diberikan (Slavin, 2010). Meningkatnya aktivitas guru berdampak pada peningkatan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Grafik  2. Aktivitas Siswa

Grafik 2 menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran meningkat. Tingginya aktivitas siswa dapat menyebabkan meningkatnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya turnamen akademik dalam proses pembelajaran yang diberikan oleh guru, yang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dimana setiap anggota kelompok mewakili kelompoknya untuk melakukan turnamen (Tarigan, 2012).  Aktivitas belajar melalui TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.

Dalam mengukur hasil belajar siswa menggunakan soal pilihan ganda sebanyak 23 soal, yang sebelumnya sudah divalidasi baik validasi ahli maupun validasi empirik. Soal ini digunakan untuk mengetahui kemampuan awal (Pretest) dan kemampuan akhir (Postest) pada materi sistem koloid. Hal ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar melalui penerapan model TGT pada pembelajaran sistem koloid. Hasil belajar siswa disajikan pada grafik 3.

Grafik 3.  Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Grafik 3 menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan dari tes awal, siklus I dan siklus II. Meningkatnya hasil belajar siswa disebabkan pemberian game pada model TGT yang dapat mempengaruhi pemahaman dan antusias siswa untuk memahami materi yang diberikan, sehingga permainan tersebut sangat membantu siswa dalam memahami materi sistem koloid. Hal ini sesuai dengan pendapat Kunandar (2012), bahwa yaitu keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penerapan model pembelajaran TGT pada pembelajaran sistem koloid dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIA5 MAN 2 Kota Palu.

Saran

1. Model pembelajaran kooperatifi tipe TGT dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan aktivitas dan motivasi siswa dalam belajar.

2. Dalam menerapkan model TGT dalam pembelajaran penting untuk mengarahkan siswa untuk memaksimalkan kerja sama dalam pelaksanaan turnamen.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono,  2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Hadi, Amirul. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik: Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Lie, A. 2002. Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di  Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Nopiyanita, T.,  Haryono & Ashadi. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Kimia dan Kreativitas Siswa PADA Materi Reaksi Redoks Kelas X Semester Genap SMA Negeri 3 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2012/2013.  Jurnal Pendidikan Kimia (JPK). 2(4). 135-141.

Sadirman, A. M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Slavin, R. E. 2010. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Susilo, H., Chotimah, H., & Dwitasari, Y. 2008. Penelitian Tindakan Kelas; Sebagai sarana Pengembangan Profesional Calon Guru. Malang: Bayumedia.

Tarigan, R. 2012. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Team Games  Tournament terhadap hasil belajar IPA Fisika di SMP Negeri 1 Percut Sei Tuan. Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika. 4 (2), 50-55.

Yudianto, W.D,  Sumardi, K.,  & Berman  E. 2014.   Model Pembelajaran Teams Games Tournament untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMK. Journal of Mechanical Engineering Education. 1(2). 323-330.

Van Wyk, M.M .2011. The Effect of Teams-GamesTournament on Acheivement, Retension, and Attitudes of Economic Education Student, J Soc Sci, 26(3), 183-193.

Seberapa bermanfaatkah berita ini?

Berikan jumlah bintangmu untuk menilai Postingan ini!

Nilai rata-rata 3 / 5. Jumlah Voting 5

Belum ada penilaian!