Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa referensi dari literatur dan buku sebagai subjek utama dan metode deskriptif yang menggambarkan semua kejadian terkini dan hasil penelitian ini ditinjau dari referensi. Di dalam mengimplementasikan konsep baru yaitu konsep merdeka belajar di episode ke 7 Program Sekolah Penggerak (PSP) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mampu membantu pendidik dan peserta didik menghadapi era Society 5.0.
Kata Kunci : Merdeka Belajar, Sekolah Penggerak, Revolusi 4.0, Era Society 5.0
ABSTRACT
The problem in this research is triggered by the moment of frenetic industrial revolution
4.0. The revolution is not over yet when the era of society 5.0 develops which is interpreted as the era in which the community can solve various, or even all problems, threats, and challenges by using technologies with several new and creative innovations. This research uses a qualitative approach in terms of references from literatures and books as the main subject and the descriptive method to elaborate all the recent events and the result of this research is reviewed referentially. In implementing the new concept, the 7th episode of Freedom of Learning with Lighthouse School Program which was launched by the Minister of Education Culture, Research and Technology, Nadiem Anwar Makarim, would be able to help the educators and students in welcoming the era of Society 5.0.
Keywords: Freedom of Learning, Lighthouse School Program, Industrial Revolution 4.0, Era of Society 5.0
PENDAHULUAN
Pendidikan dan teknologi saat ini bagaikan langit dan bumi, dimana matahari sebagai teknologi dan bumi sebagai pendidikan, dimana matahari yang menyinari bumi untuk kelangsungan hidup manusia, kira-kira itu kalimat ungkapan yang tepat untuk menggambarkan hubungan pendidikan dan teknologi saat ini. Revolusi bisa diartikan suatu perubahan yang prosesnya berlangsung secepat kilat dan berhubungan dengan masyarakat banyak.
Revolusi industry 4.0 pada aspek pendidikan merupakan respons terhadap kebutuhan-kebutuhan di revolusi ini dimana teknologi dan manusia disesuaikan untuk menciptakan peluang baru secara inovatif dan kreatif. Peran pendidik yang mengharuskan memainkan peran untuk mendukung masa-masa peralihan saat ini. Karena, secara sadar bahkan tidak sadar bahwa kita sudah alami kondisi saat ini memasuki era baru, dimana era tersebut merupakan era society 5.0 yang merupakan kelanjutan dari era revolusi industri 4.0. Era society 5.0 memiliki pengertian, yaitu era yang digagas pertama kali oleh pemerintah Jepang dengan sebuah program dan ide baru, yaitu masyarakat dititik pusatkan pada manusia (human-centered) dan selalu berbasis teknologi (technology based) yang berdasarkan pada adat budaya masyarakat di era revolusi industry 4.0. Oleh karena itu, untuk menghadapi society 5.0 dibutuhkan ide-ide baru dalam upaya menghadapi tantangan yang terjadi society 5.0.
Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) menggagas konsep pendidikan merdeka belajar untuk saat ini dimana konsep tersebut merupakan jawaban terhadap kebutuhan sistem pendidikan di Indonesia. Merdeka belajar dengan arti lain sebagai kemerdekaan dalam berfikir yang ditentukan oleh pendidik. Karena pendidik menjadi pusat dalam sistem pendidikan yang baru ini.
Pendidik diberatkan pundaknya untuk membentuk para generasi-generasi yang siap menghadapi tantangan di era rovolusi 4.0 saat ini. Setiap pendidik memilik tugas untuk membimbing peserta didik belajar dengan baik di kelas, tetapi dalam kenyataan pendidik selalu dihabiskan waktunya untuk mengerjakan pekerjaan administrasi dan selalu dipaksakan dengan pengukuran kemampuan siswa dengan sebuah nilai atau angka, padahal segala potensi siswa tidak dapat hanya diukur melalui sebuah nilai atau angka. (Nadiem Makarim dalam Kemdikbud.go.id, 2019).
Salah satu bagian merdeka belajar, Episode ke 7 adalah program sekolah penggerak. program ini merupakan penyempurnaan program transformasi sekolah. Seperti dikatakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi, Nadiem Makarim, perubahan kebijakan reformasi pendidikan di Indonesia sulit terwujud apabila tidak dibarengi perubahan di sekolah. Perubahan tersebut bisa dapat dimulai dari sekolah- sekolah penggerak sebagai contoh dalam kegiatan pembelajaran. Sekolah penggerak, kata dia, dapat menjadi panutan, tempat pelatihan, dan inspirasi bagi guru dan kepala sekolah lainnya.
Sekolah penggerak terdiri atas kepala sekolah dan guru penggerak. Dalam sekolah penggerak, guru memberikan pelajaran melalui berbagai aktivitas yang menyenangkan serta memuat kompetensi-kompetensi bernalar kritis, kolaborasi, dan kreatif.
METODE
Merdeka belajar episode ke 7, Program Sekolah Penggerak (PSP) saat ini pelaksanaan kegiatan dalam proses berupa tahapan administrasi rekrutmen kepala sekolah pelaksana program sekolah penggerak, maka kegiatan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, Rafiudin (2003) mengungkapkan penelitian kualitatif ini merupakan penelitian yang datanya berupa deskripsi untuk menjelaskan obyeknya dan penelitian ini menggunakan metode deskriptif ibnu dkk (2003, hlm. 46) yang menjelaskan metode deskriptif merupakan penjelasan seluruh kejadian masa kini dan hasil penelitian ini dikaji dari referensi.
PEMBAHASAN
A. Konsep Merdeka Belajar
Konsep merdeka belajar ini dicanangkan oleh Nadiem Anwar Makariem, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang merupakan kebijakan baru untuk persoalan-persoalan dalam pendidikan di Indonesia. Beliau mencanangkan kebijakan karena memiliki alasan yang jelas, hasil penelitian dalam Programme for International Student Assesment (PISA) Tahun 2019 dari seluruh evaluasi peserta didik Indonesia hanya bisa menduduki peringkat ke 6 dari bawah untuk bidang matematika, numerasi, dan literasi, Indonesia menduduki peringkat ke-74 dari 79 negara.
Ki Hajar Dewantara menitiberatkan mengenai kemerdekaan belajar atau kebebasan belajar, menurut beliau kemerdekaan belajar itu terhadap cara berpikir, peserta didik harus dilatih untuk mencari segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri, dan arti kemerdekaan menurut beliau dibagi menjadi tiga macam, yaitu berdiri sendiri yang artinya anak sebagai penguasa dalam belajar, kemudian yang kedua tidak bergantung kepada orang lain yang artinya anak-anak tidak bergantung kepada gurunya ataupun orang tua. Meskipun tidak ada keduanya, anak diharapkan bisa untuk belajar sendiri. Ketiga, dapat mengatur diri sendiri yang artinya anak harus bisa memilih cara yang sesuai untuk dirinya belajar, mengatur kegiatannya untuk mencapai tujuan belajar.
B. Program Sekolah Penggerak
Program sekolah penggerak berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dalam upaya mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter. Program sekolah penggerak dilaksanakan melalui penguatan kapasitas kepala sekolah dan guru yang menjadi kunci dalam melakukan restrukturisasi dan reformasi pendidikan di Indonesia.
Kepala sekolah merupakan elemen penting dalam pembenahan tata kelola dan menjadi motor penggerak setiap satuan pendidikan sehingga akan tercipta lingkungan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan melalui pembenahan sistem yang mendukung pada peningkatan kualitas pendidikan (Pounder, 2006).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan kepala sekolah sebagai guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin sekolahnya. Dengan demikian, idealnya, kepala sekolah adalah guru yang mampu mengintegrasikan profesionalismenya sebagai guru dan kompetensinya sebagai pemimpin manajerial sekolah untuk mewujudkan visi sekolah, yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Sheppard, et.al. (2010 dalam UKEssays, 2018) mendefinisikan kepala sekolah sebagai pemimpin yang mampu menciptakan ekosistem guru pembelajar dan menumbuhkan semangat guru sehingga akan mendorong pembelajaran berkualitas.
Peningkatan kapasitas kepala sekolah akan membantu warga sekolah untuk mengeksplorasi permasalahan yang dihadapi dan menyelesaikan masalah mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep transformasi bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan akan mampu menemukan solusi dan memperbaiki segala permasalahan secara mandiri. Sekolah penggerak diharapkan dapat melakukan perubahan secara terus menerus dan bertransformasi menjadi sekolah yang mencetak Profil Pelajar Pancasila.
Setelah sekolah berhasil melakukan transformasi, sekolah penggerak akan menjadi agen perubahan bagi sekolah lain di sekitarnya. sekolah penggerak akan menjadi inisiator dalam menjembatani sekolah-sekolah sekitar untuk berbagi solusi dan inovasi guna meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan pendekatan gotong royong / kolaborasi akan memungkinkan kepala sekolah dan guru untuk berbagi pengetahuan dan keahlian, serta mendorong terciptanya peluang-peluang peningkatan mutu, tidak hanya untuk sekolahnya sendiri, tetapi juga sekolah di sekitarnya. Selain itu, melalui sistem gotong royong pula, program sekolah penggerak juga diharapkan mampu menciptakan ekosistem perubahan, tidak hanya di sekolah, tetapi juga di level daerah dan nasional.
Program sekolah penggerak diawali dengan kolaborasi antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi dengan pemerintah daerah. Kolaborasi tersebut akan membentuk kemitraan yang strategis sehingga dapat membangun visi dan misi pendidikan yang sejalan. Untuk menjembatani komunikasi, koordinasi, dan sinergi program antara Kemendikbudristek dan pemerintah daerah, maka dinas pendidikan akan didampingi oleh konsultan pendidikan yang berasal unit pelaksana teknis (UPT) Kemendikbudristek di daerah terutama Unit Pelayanan Teknis Pendididikan Anak Usia Dini dan Menengah (UPT PAUD Dasmen) BP. PAUD dan LPMP serta Unit Pelayanan Teknis Guru dan Tenaga Kependidikan (UPT GTK).
Program sekolah penggerak berupaya untuk mendorong sekolah-sekolah mampu melakukan transformasi internal, serta dapat menjadi katalisator perubahan bagi sekolahsekolah di sekitarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka intervensi program ini tidak hanya berupaya mendorong perubahan sekolah, tetapi juga transformasi di tingkat daerah agar dapat menyelenggarakan pendidikan yang lebih baik. Dengan demikian upaya transformasi sekolah melalui peningkatan sumber daya manusia akan berkelanjutan dan mengimbas ke banyak sekolah karena didukung oleh ekosistem yang memadai di tingkat daerah maupun nasional.
Teori perubahan program sekolah penggerak dimulai dari input yang dihasilkan pada level nasional di awal program pada 2021. Dalam konteks ini, input dapat dimaknai sebagai sumber daya yang harus dipenuhi agar intervensi di tingkat daerah maupun satuan pendidikan mampu mendapatkan hasil optimal. Dalam Program sekolah penggerak ini, input yang diperlukan terdiri dari empat aspek, yaitu:
1. regulasi yang mendukung penyelenggaraan sekolah penggerak, seperti regulasi dasar program sekolah penggerak, regulasi mengenai pengangkatan dan beban kerja kepala sekolah, serta regulasi tentang guru;
2. sumber daya konseptual program sekolah penggerak antara lain kajian akademik, pedoman pelaksanaan dan pedoman teknis, pedoman evaluasi, modul pelatihan dan pedoman pendampingan, prototype kurikulum, serta profil dan rapor pendidikan;
3. teknologi pendukung sekolah penggerak, seperti dukungan fasilitas TIK dan
platform bagi guru dan kepala sekolah; dan
4. SDM pendukung sekolah penggerak (misal: konsultan, pendamping daerah, dan pelatih ahli) yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi tertentu.
Pemenuhan keempat aspek di atas akan memungkinkan dilakukannya intervensi dasar program sekolah penggerak yang dilaksanakan di level daerah maupun di level satuan pendidikan sebagai berikut:
1. pada level daerah, intervensi dilakukan dalam bentuk
(a) pendampingan konsultatif dan asimetris, serta
(b) pendampingan perencanaan berbasis data. Intervensi ini akan berdampak kepada peningkatan
pemahaman dan komitmen Pemda untuk mendukung program sekolah penggerak, serta peningkatan kapasitas
pengawas dan penilik sekolah; dan
2. pada level satuan pendidikan, intervensi dilakukan dalam bentuk:
(a) penguatan SDM di sekolah,
(b) pembelajaran dengan paradigma baru,
(c) pelatihan dan pendampingan perencanaan berbasis data, serta
(d) digitalisasi sekolah.
Intervensi tersebut akan memberikan dampak pemahaman dan peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru. Pada pertengahan program tahun 2022—2023, input yang disiapkan di awal program akan menghasilkan perubahan berkenaan dengan evaluasi dan perbaikan kualitas sumber daya konseptual, evaluasi perbaikan teknologi pendukung sekolah penggerak, serta peningkatan jumlah dan kualitas SDM pendukung program. Input ini berdampak pada perubahan di level daerah, yaitu berkenaan dengan anggaran dan kualitas pendampingan. Selain dari input pada pertengahan program di level nasional, dampak yang terjadi di level daerah di pertengahan program tersebut juga merupakan akumulasi dari dampak pada level daerah di awal program dan input nasional pada pertengahan program.
Sama seperti pada awal program, input nasional selain berdampak pada level daerah juga berdampak pada satuan pendidikan secara langsung. Dampak pada level satuan pendidikan ini merupakan agregasi dari input nasional di awal program dan dampak pada level daerah. Di pertengahan program, dampak tersebut menghasilkan perubahan-perubahan yang sama seperti di awal program, yaitu semakin meningkatnya pemahaman dan komitmen kepala sekolah. Selain itu, ada peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru ditambah dengan perubahan baru yang terjadi pada pertengahan program, yaitu peningkatan kualitas pengelolaan sekolah, terjaminnya keamanan dan inklusivitas sekolah, serta meningkatnya kualitas proses pembelajaran.
Transformasi peningkatan mutu pembelajaran menjadi dampak pada level satuan pendidikan ini secara agregatif akan memberikan dampak langsung di tingkat daerah, yaitu bertambahnya jumlah sekolah penggerak dan jumlah sekolah imbas, serta meningkatnya pemerataan kualitas hasil belajar siswa. Pada akhirnya, akumulasi dampak dari keseluruhan program sekolah penggerak akan memberikan pengaruh terhadap bertambahnya jumlah sekolah penggerak dan peningkatan kualitas hasil belajar siswa secara nasional.
Secara umum program sekolah penggerak merupakan program nasional yang memberikan efek perubahan di berbagai level ekosistem pendidikan. Efek tersebut merupakan akumulasi dari kinerja para pemangku kepentingan dalam sektor pendidikan. Untuk itu, program ini tidak hanya akan memberikan dampak pada meningkatnya rapor mutu pendidikan, tetapi juga perubahan ekosistem pendidikan yang saling berkolaborasi.
C. Era Revolusi Industri 4.0
Revolusi industri 4.0 di bidang pendidikan merupakan respons terhadap kebutuhan-kebutuhan di revolusi ini, dimana teknologi dan manusia diharuskan sejalan agar menghasilkan peluang baru dengan inovasi-inovasi baru dan kreatif. Menurut Fisk (2017) yang dikutip oleh Aziz Hussin, kecenderungan yang saling terkait dengan revolusi industri 4.0 dalam dunia pendidikan, yaitu sebagai berikut:
Pertama, para peserta didik bisa belajar tidak mengenal ruang dan waktu, artinya para peserta didik diberi kebebasan dalam belajar dengan waktu dan tempat yang fleksibel, teknologi sangat bisa dimanfaatkan peserta didik.
Kedua, pembelajaran individual, artinya peserta didik yang dirasa mengalami kesulitan dalam mengerti materi akan memperoleh peluang untuk belajar sampai peserta didik tersebut mencapai tujuan belajar. Untuk peserta didik yang dirasa lebih mampu mengerti materi akan ditugasi dengan pertanyaan yang tingkatannya lebih sulit.
Ketiga, peserta didik mempunyai alternatif-alternatif lain dalam menentukan cara belajar. Pengetahuan belajar yang bersifat individu menghasilkan peserta didik yang akan dapat memvariasi tahapan-tahapan belajar mereka dengan media yang dirasa perlu.
Keempat, pembelajaran yang berbasis proyek. Peserta didik saat ini diharuskan dapat belajar menggunakan pembelajaran yang berbasis proyek, dikarenakan hal ini menunjukan keterampilan dalam jangka pendek diberbagai situasi.
Kelima, pengalaman lapangan, artinya peserta didik diharuskan tidak hanya dibatasi proses belajar di ruang kelas tetapi juga bisa didapatkan melalui pengalaman lapangan.
Keenam, interpretasi data. Artinya peserta didik saat ini diharuskan memiliki untuk mengubah pengetahuan teoritis menjadi sebuah angka, didalam sebuah interpretasi data akan menjadi suatu point yang dinilai lebih urgen dibandingkan kurikulum masa depan.
Ketujuh, perubahan trend pendidikan 4.0 yang dirasa secepat kilat. Ini menjadi sebuah beban tugas utama para pendidik. Karena, seorang pendidik diharuskan menjadi aktor untuk membantu peserta didik yang mengalami perubahan dan tidak dirasa sebagai suatu ancaman.
Demikian pula merdeka belajar episode ke-7 program sekolah penggerak intervensi ke 5 yakni “digitalisasi sekolah”. Digitalisasi sekolah merupakan jawaban dalam menghadapi perkembangan zaman memiliki dampak pada perubahan pola belajar baru meninggalkan cara belajar konvensional. Paradigma baru dalam pembelajaran di era revolusi industry 4.0 memiliki karakteristik berpusat pada siswa, pemanfaatan multimedia, saling bertukar informasi, menekankan kegiatan kolaboratif, dan melatih berpikir kritis serta pemecahan masalah.
Tantangan digitalisasi pendidikan sejalan dengan tuntutan pengusaan di bidang teknologi pada dunia kerja dan usaha yang menuntut sekolah untuk melakukan adaptasi. Perkembangan teknologi yang begitu cepat harus segera direspon dan dimanfaatkan untuk transformasi pendidikan yang lebih baik serta untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Teknologi telah menjadi bagian yang lekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat modern terutama generasi milenial yang juga berpengaruh terhadap perubahan pola belajar. Saat ini siswa lebih akrab dengan smartphone/handphone dari pada buku. HP dengan teknologi yang semakin canggih telah mampu menggantikan fungsi perpustakaan yang mampu menyimpan jutaan buku elektonik (e-book) sehinggan menjadi lebih fleksibel. Dengan digitalisasi cepat atau lambat kebutuhan siswa terhadap buku versi cetak akan tergantikan dengan e-book.
Digitalisasi sekolah tidak sepenuhnya berjalan mulus banyak tantangan yang dihadapi. Infrastruktur teknologi utamanya jaringan internet masih belum merata di seluruh penjuru wilayah Indonesia utamanya di daerah terluar, terdepan dan tertinggal (3T).
Selain itu, banyak penduduk Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan sehingga memiliki keterbatasan untuk membeli fasilitas teknologi. Selain itu, digitalisasi memerlukan anggaran yang cukup besar. Namun demikian pendidikan tidak boleh dikomersilkan. Maka, perlu kehadiran pemerintah untuk menjamin hak semua warga negara untuk dapat mengenyam pendidikan. Pemerintah harus konsisten dalam menjalankan amanat konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak manfaat yang dapat diperoleh melalui digitalisasi diantaranya mampu mendorong guru agar lebih kreatif dan inovatif dalam mendesain pembelajaran yang dapat mengakomodir kebutuhan peserta didik yang beragam sesuai dengan pilihannya. Namun, guru juga tidak boleh larut dalam pembuatan konten sehingga melupakan konteks. Konten yang menarik akan menjadi tidak bermakna jika subtansi pembelajaran terbaikan.
Kepala sekolah dan guru harus terus meningkatkan kompetensinya. Guru tidak hanya berperan dalam mentransfer ilmu pengetahuan saja tetapi juga harus mampu memfasilitasi kebutuhan serta meningkatkan kompetensi peserta didik secara optimal sehingga mampu menghadapi tantangan masa depan. Guru dituntut agar mampu menjadi penghubung sumber belajar atau resorce linker yang mengharuskan guru untuk menguasai sumber-sumber belajar yang relevan untuk diakses oleh siswa kapan saja dan dimana saja. Selain itu, Peran guru yang tidak kalah utama adalah sebagai gate keeper yang mengawasi dan mengarahkan informasi yang akan diakses oleh peserta didik. Mengingat bahwa informasi dari internet juga banyak yang bermuatan negatif yang dapat berakibat buruk bagi perkembangan peserta didik.
D. Era Society 5.0
Era society 5.0 merupakan penyelesaian dari keresahan masyarakat terhadap era revolusi industry 4.0 mengenai teknologi yang semakin akan menggantikan tenaga manusia yang mengakibatkan pengurangan lapangan kerjaan. Era society 5.0 ini sangat diharapkan untuk dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi antara masyarakat dengan masalah ekonomi di 10 Tahun kedepan atau bahkan lebih.
Era revolusi industri 4.0 belum dirasa terselesaikan, tetapi masyarakat dikejutkan kembali dengan perubahan era baru yaitu era society 5.0. Di dalam era society 5.0 di bidang pendidikan di fokuskan dalam keahlian 4C, yaitu Critical Thinking (keterampilan berpikir kritis), Creativity (keterampilan berpikir kreatif), Collaboration (keterampilan bekerja sama atau berkolaborasi), dan Communication (keterampilan berkomunikasi) (Rusdianto, 2019). Selain keahlian ada pula kemampuan yang mengharuskan dimiliki pada era society 5.0 ini, yaitu kepemimpinan (leadership), literasi digital (digital literacy), komunikasi (communication), kecerdasan emosional (emotional intellegency), kewirausahaan (enterpreneurship), pemecahan masalah (problem solving), kerja tim (team work). Masyarakat dikejutkan dan lagi dengan interaksi yang dilakukan secara teknologi dirasa seperti ruang nyata yang jika dihubungkan dengan arti interaksi sosial yang sebenarnya akan terjadi jika ada kontak sosial maupun secara langsung.
Era Society 5.0 lanjtan dari era revolusi industry 4.0, telah menyebabkan terjadinya perubahan dan pergeseran dalam dunia pendidikan. Ke depan dapat diprediksikan bahwa pendidikan akan menjadi dinamis terbuka yang memungkinkan bisa dijangkau oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Pendidikan masa depan lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi sehingga memungkinkan setiap orang dapat berinteraksi, bertukar informasi, dan berkolaborasi. Dengan demikian, setiap peserta didik dan guru memiliki keleluasaan dan kemerdekaan untuk belajar dan berinovasi serta berkreasi guna meningkatkan kualitas pendidikan.
KESIMPULAN
Konsep merdeka belajar salah satunya adalah program sekolah penggerak yang dicanangkan oleh Mendikbudristek, yaitu Nadiem Anwar Makariem yang merupakan kebijakan baru dalam sistem pendidikan kearah transformasi dunia pendidikan, dinilai mampu menyelesaikan era revolusi industri 4.0 dan telah mengantisipasi memasuki era society 5.0 dengan beberapa point yang ada pada kebijakan tersebut,seperti:
1. Membenahi sistem pembelajaran sebelum peserta didik merampungkan Pendidikan, Kemdikbudristek
menerapkan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survey Karakter yang dilaksanakan di kelas 4, 8,dan 11. Asesmen ini yang akan menjadi tolok ukur kemampuan siswa dalam hal penalaran literasi dan
numerik yang merupakan acuan dari praktik tes PISA.
2. Untuk soal-soal USBN yang biasanya tertuju dan mengikuti pusat, saat ini sekolah diberi kebebasan
untuk menentukan segala instrumen penilaian, bentuk-bentuk soal dan lain-lain;
3. Dalam administasi sekolahpun, yaitu pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang biasanya
guru menghabiskan waktunya Menyusun RPP, tetapi saat ini diadakan penyederhanaan RPP dan sisa waktu
dimaksimalkan dalam proses pembelajaran;
4. Sistem zonasi diperluas dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Perubahan sistemik di sekolah pada dasarnya dapat terjadi dengan sebab eksternal maupun sebab
internal.Perubahan eksternal lebih bersifat reaktif karena inisiatif dan pengendalian prosesnya
cenderung terpusat atau tersentralisasi.Perubahan kurikulum dan regulasi adalah salah satu bentuk
perubahan yang bersifat terpusat. Wacana program guru penggerak yang diinisisasi oleh Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi mengubah pola pikir perubahan yang tadinya bersifat
terpusat tersebut menjadi terdesentralisasi dengan mengalihkan peran, inisiatif, dan pengendalian
proses perubahan ke unit pendidikan terkecil, yakni sekolah dimana guru berperan sebagai
penggeraknya.
Transformasi di sekolah harus memadukan dua cara sekaligus, yakni memperkuat daya penggerak perubahan sekaligus meminimalisir bahkan mengeliminasi daya penahan yang mungkin muncul selama proses transformasi. Perspektif manajemen perubahan ini diadopsi ke dalam program guru penggerak melaluikerangka inkuiri apresiatif dimana guru penggerak menggali potensi dan kekuatan penggerak dari dalam sekolah melalui proses dialog sehingga dapat meminimalisir terjadinya resistensi yang dapat menahan proses transformasi sehingga kontraproduktif
DAFTAR PUSTAKA
Atiah, N. (2020, Januari 10). Pembelajaran Era Disruptif Menuju Masyarakat 5.0. Jurnal Online Universitas PGRI Palembang.
ACDP. 2013. Evaluasi Sekolah Bertaraf Internasional Laporan Evaluasi Akhir. Naskah tidak diterbitkan.
Bunga, H. (2019, Desember 13). Nadiem Makarim : Merdeka Belajar adalah Kemerdekaan Berpikir. Dipetik November 17, 2020, dari Tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1283493/nadiem-makarim-merdeka-belajar adalah kemerdekaan-berpikir.
Barret, Angeline., et.al. 2007. Initiative to Improve the Quality of Teaching and Learning a Rivew of Recent Literature. Bacground paper prepared for the Education for All Global Monitoring Report2008 Education for All by2015: will we make it?.
Edeucation 4.0 … the Future of Learning Will Be Dramatically Different, i. S. (2017, Januari 24). Peter Fisk. Dipetik November 22, 2020, dari the genius work: https://www.thegeniusworks.com/2017/01/future-educationyoung-everyone-taught- together.
Hussin, A. A. (2018). Education 4.0 Made Simple: Ideas For Teaching. International Journal of Education and Literacy Studies , 6 (3).
INOVASI. 01 November 2017. INOVASI untuk Anak Sekolah Indonesia. Diambil kembali dari INOVASI untuk Anak Sekolah Indonesia: https://www.inovasi.or.id/id/story/guru- baik-sebuah-pemikiran-baru-bagi-guruguru-di-indonesia/
Kemedikbud. (2019, November 28). Pidato Mendikbud Nadiem Makariem pada Upacara Bendera Peringatan Hari Guru Nasional. Dipetik November 17, 2020, dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/11/pidato mendikbud-nadiem- makarim-pada-upacara-bendera-peringatan-hari-guru-nasional-2019
Kasali, R. (2007). Change. Gramedia Pustaka.
Nastiti, F. E., & ‘Abdu, A. R. (2020). Kesiapan Pendidikan Indonesia Menghadapi Era Society 5.0. Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan , 5 (1), 61-66.
Nofri, H. (2020). Merdeka Belajar : Antara Retorika dan Aplikasi. Jurnal Universitas Padang , 8 (1).
OECD (2019), PISA 2018 Results (Volume I): What Students Know and Can Do, PISA, OECD Publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/5f07c754-en (https://www.oecdilibrary.org/docserver/5f07c754- en.pdf?expires=1600325136&id=id&accname=guest&checksum=BA1435B96CF5 2E0A83320BC571289CDD)
Prasetyo, B., & Trisyanti, U. (2018). Revolus Industri 4.0 dan Tantangan Perubahan Sosial. Journal of Proceedings Series (5).
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of Innovation. The Free Press.Scharmer, C. O. (2018).
The Esentials of Theory U: Core Principles and Aplication. Berret Koehler Publisher
Tjandrawina, R. (2016). Industri 4.0: Revolusi Industry Abad Ini dan Pengaruhnya pada Bidang Kesehatan dan Bioteknologi. Jurnal Medicinus , 29 (1).
Tosey, P. dan R. G. (2002). When Change Is No Longer Enough: What Do We Mean By “Transformation” In Organizational Change Work? TQM Magazine, Vol 14(2).