Pembangunan bidang pendidikan di Indonesia mengacu pada visi pendidikan Indonesia, yaitu mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global. Indonesia sementara berbenah melalui berbagai kebijakan agar dapat mencapai visi tersebut meskipun beberapa hasil evaluasi menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah.
Evaluasi kualitas pendidikan dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu bentuk evaluasi pendidikan yang diikuti oleh siswa di 79 negara adalah evaluasi dari Programme for Internationl Assessment (PISA) tahun 2018 untuk pengukuran literasi membaca, matematika, sains, keuangan, serta kompetensi global. Dari 79 negara, Indonesia berada di posisi ke-74 untuk literasi, matematika, dan sains.
Pencapaian yang belum sesuai harapan membuat pemerintah melahirkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan strategis bidang pendidikan adalah kebijakan merdeka belajar yang sampai saat ini telah memasuki episode ke-20. Setiap episode adalah kebijakan yang diharapkan dapat diimplementasi oleh semua pihak yang berkepentingan.
Salah satu kebijakan Kemdikbudristek yang setiap tahun harus dibuatkan kebijakan turunan di tingkat provinsi/kabupaten/kota bahkan di tingkat satuan pendidikan adalah peraturan atau kebijakan tentang Penerimaaan Peserta Dididk Baru (PPDB). Langkah yang telah dilakukan selama ini adalah dengan mengundang para pemangku kepentingan, yakni DPRD, Bappeda, Dinas Pendidikan Daerah dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, namun yang menghadiri sosialisasi atau rapat koordinasi yang diselenggarakan tersebut sebagian besar peserta hanya mewakili undangan yang sesungguhnya. Dampaknya, kebijakan yang seharusnya dibuat turunannya di tingkat provinsi/kabupaten/kota tidak dibuat. Kalau toh dibuat, isi kebijakannya ada yang tidak mengacu kepada kebijakan terbaru; hanya mengikuti kebijakan sebelumnya. Hanya sebagian kecil pemerintah daerah yang sungguh-sungguh melakukan pemetaan zonasi dan menerima peserta didik baru dengan mengacu pada kebijakan Kemdikbudristek meskipun kebijakan-kebijakan tersebut sudah disosialisasikan.
Hal di atas hanya salah satu contoh kebijakan yang tidak terimplementasi dengan benar di tingkat daerah dan satuan pendidikan. Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemdikbudristek yang berada di provinsi, Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) yang dulu dikenal sebagai Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) seharusnya dapat melakukan advokasi kepada pemerintah daerah. Berbagai tantangan dan hambatan sering dialami dalam mengadvokasi pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan Kemdikbudristek. Tantangan yang dihadapi antara lain karena faktor institusi; eselon BPMP lebih rendah dibandingkan dengan eselon dinas pendidikan daerah. Selain itu, perbedaan kepentingan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat menghambat advokasi kepada pemerintah daerah. Untuk itu, perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk menghadapi tantangan-tantangan berikutnya agar kegagalan yang sama tidak terjadi.
Berangkat dari ketidakoptimalan advokasi yang dilakukan selama ini, perlu dipikirkan strategi yang dapat ditempuh untuk mengadvokasi pemerintah daerah untuk mengimplementasikan seluruh kebijakan Kemdikbudristek. Salah satu strategi yang digunakan dalam penjualan, pemasaran, advertising maupun dalam kampanye adalah strategi door to door.
Strategi door to door juga membutuhkan persiapan yang matang. Tahapan strategi yang dapat digunakan dalam mengadvokasi pemerintah daerah adalah sebagai berikut.
UPT perlu melakukan pendekatan door to door kepada kedua pihak berkepentingan ini karena dua pihak inilah yang merupakan unsur pemerintah daerah seperti yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 butir 2. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut juga dijelaskan Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Menyongsong Fajar Otonomi Daerah (2002) yang menyebutkan bahwa pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Selain kepala daerah dan DPRD, UPT perlu mempertimbangkan pelibatan perangkat daerah lainnya, yakni inspektorat daerah yang bertugas melakukan pengawasan pelaksanaan urusan pemerintah daerah dan dinas terkait.
3. UPT menetapkan tim yang akan melaksanakan tugas secara door to door. Penetapan tim perlu mempertimbangkan beberapa hal, yakni (a) tim dipimpin langsung oleh kepala; (b) pilihlah tim yang memiliki kedekatan emosional dengan sasaran (gubernur/walikota/bupati/DPRD); (c) tim memiliki wawasan dan kompetensi terkait konten advokasi; (d) tim memiliki kemampuan public speaking yang baik dan meyakinkan; (e) tim harus mampu bekerja di bawah tekanan; dan (f) tim harus kreatif dan inovatif. Hal-hal di atas sangat penting untuk memastikan informasi penting yang disampaikan tidak disalahartikan, tidak terputus atau hilang. Kunci melakukan advokasi adalah kemampuan komunikasi.
4. UPT menentukan bentuk advokasinya. Advokasi face to face dianggap cukup efektif. Jauh lebih mudah meyakinkan orang lain untuk berkolaborasi dalam mencapai tujuan ketika melakukan percakapan tatap muka yang tulus.
5. UPT mempersiapkan bahan advokasi dengan cermat. Jika harus melakukan paparan, siapkan bahan dengan data dan informasi yang akurat. Dan terpenting, secara persuasif kemukakan dampak signifikan yang akan dicapai melalui advokasi tersebut.
6. UPT memastikan individu atau unit yang bertanggung jawab atas setiap tugas. Hal tersebut penting dilakukan agar tugas tidak menumpuk pada satu individu atau unit. Setiap pihak harus mendefinisikan tugas agar semua berjalan dengan baik.
7. UPT melakukan evaluasi secara berkala. Evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui efektifitas dan keberhasilan strategi yang digunakan. Jika strategi yang digunakan kurang efektif, perlu dilakukan refleksi untuk mengetahui hal-hal yang sudah berjalan dengan baik, dan hal-hal yang belum berjalan dengan baik untuk ditindaklanjuti.
Ketujuh langkah di atas akan membantu BPMP dalam mengadvokasi pemerintah daerah dalam implementasi kebijakan Kemdibudristek. Salah satu kebijakan Kemdikbudristek terbaru yang cukup menantang ke depan adalah implementasi kurikulum merdeka.
Implementasi kurikulum merdeka selama ini hanya berlaku pada sekolah penggerak. Namun pada tahun 2022, sejumlah satuan pendidikan pada semua jenjang ditetapkan sebagai sekolah pelaksana Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) Mandiri. Sekolah-sekolah tersebut seharusnya mendapat pengawalan dari pemerintah daerah.
Dengan persentase jumlah sekolah penggerak yang sangat kecil, maka sangat sulit bagi sekolah penggerak menjadi katalis bagi semua satuan pendidikan sederajat di sekitarnya. Oleh karena itu, BPMP perlu benar-benar merancang advokasi yang efektif kepada pemerintah daerah agar kebijakan kurikulum merdeka dapat diimplementasikan sesuai harapan.
Restrukturisasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan, terutama terkait dengan implementasi kebijakan Kemdikbudristek di tingkat daerah dan satuan pendidikan. Dengan strategi advokasi di atas, diharapkan advokasi yang tercipta menjadi kekuatan yang tak terdefinisi yang membuat BPMP dan pemerintah daerah bekerja sama bagaikan jarum jam.
Memang tidak mudah meyakinkan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan Kemdikbudristek, namun BPMP harus menggunakan komunikasi yang persuasif untuk mengubah cara pandang pemerintah daerah terhadap sebuah kebijakan. Advokasi membutuhkan pola pikir terbuka baik di pihak BPMP maupun pihak pemerintah daerah. BPMP harus menyampaikan urgensi kebijakan bagi pemerintah daerah dengan pikiran terbuka dan mendiskusikan kemungkinan tantangan yang akan dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Kwashabawa, B.B. 2020. Advocacy Strategy and Community Participation in Basic School in Nort-West-Zone, Nigeria. IJERPMvol 3, issue 1.
London, Scott. 2012. Collaboration and Community. London: Tate.
Manan, Bagir. 2004. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
McCrone, Tami, Clare Southcott, Evans K. 2009. Colaborative Good Practice Between Local Authorities and The Further Education Sector. Berkshire: National Foundation for Educational Research.
Jl.Dr.Sutomo No.4 Palu Timur
Telephone (0451) 422792
Pos-el : set.lpmpsulteng@kemdikbud.go.id
Copyright © 2023
BPMP Provinsi Sulawesi Tengah
Terima Kasih Telah Berkunjung
Seberapa bermanfaatkah berita ini?
Berikan jumlah bintangmu untuk menilai Postingan ini!
Nilai rata-rata 0 / 5. Jumlah Voting 0
Belum ada penilaian!